R. Emma Damayanti
Batik dan craft Betawi mungkin terdengar asing di telinga masyarakat. Batik dan craft Betawi bisa dikatakan hampir tenggelam di tengah
gempuran batik dan craft dari
berbagai wilayah di pulau Jawa, seperti batik Pekalongan, Lasem, Solo, Madura,
Cirebun, atau Tasik. Namun di tangan Emma, batik dan craft Betawi kembali terangkat pamornya. Sentuhan seni, corak
warna, dan motif Betawi di setiap
karyanya menjadi ciri khas rancangannya.
Batik Betawi |
Butik Rumah Betawi yang terletak di daerah Jatinegara
Kaum itu tidak terlalu besar. Desainnya minimalis dan benuansa etnik Betawi. Di
teras dua wanita duduk beralaskan tikar.
Tangan kanan mereka memegang canting. Lalu menuliskan pola batik dengan cairan malam. Sedangkan tangan kiri memegang kain putih
yang sudah dimotif. Dengan penuh kesabaran dan ketelitian, mereka mulai
membatik. Bukan batik Solo, Yogyakarta, atau Purwokerto, tapi batik tulis
Betawi. Ya, batik tulis dengan motif Betawi seperti ondel-ondel, pedagang kerak
telor, Si Pitung, buah Kecapi, tari Blantek, yoyo, hingga busway.
Saat masuk ke dalam butik,
ada dua ondel-ondel yang diletakkan di bagian kiri dan kanan pintu masuk.
Tingginya sepadan dengan orang dewasa. Di samping kiri ada lemari kaca. Di
dalamnya terdapat puluhan aksesori khas Betawi seperti miniatur pedagang kerak
telor, lampu teplok, penari topeng Blantek Betawi, penari Cokek Betawi, busway,
ketapel, ondel-ondel, hingga buku agenda yang sampul depannya ditempeli dengan
ondel-ondel. Di depan lemari kaca puluhan kain batik cap dan tulis khas Betawi yang
didominasi warna yang ngjreng,
seperti merah, kuning, atau oranye. diletakkan
di atas meja. Akserori dan kain khas Betawi yang ada di dalam butik itu merupakan
bukti nyata eksistensi budaya Betawi yang masih tetap bertahan dan terus
berkembang.
Pensil dengan aksesori ondel-ondel |
Di
pojok butik, wanita berdarah Betawi yang akrab disapa Emma sedang
berbincang dengan dua orang wanita perwakilan dari Dekranasda DKI Jakarta. Sepuluh menit
berselang, Emma mengajak genie dan
dua perwakilan dari Dekranasda DKI Jakarta
menuju workshop pembuatan aksesori Betawi yang terletak di samping butik. ”Jadi
di sini proses pembuatan aksesori Betawi mulai dari pemotongan limbah kayu,
diamplas, diukir, hingga pewarnaan. Ada 15 orang karyawan yang membantu proses
pengerjaan,” imbuhnya.
Emma menekuni aksesori
Betawi sudah setahun belakangan ini. Ia bercerita, saat akan mengikuti pameran
Inacraft tahun 2011, ia membuat 25 pasang miniatur ondel-ondel. Miniatur itu
hanya sebagai ”pelengkap” di stand pameran miliknya yang menjual kebaya encim
dan kain batik Betawi. ”Di luar dugaan saya, ternyata pengunjung malah tertarik
membeli. Saya juga sepasang miniatur ondel-ondel Rp 350 ribu. Tidak ada
hitungan jam miniatur ondel-ondel sudah habis terjual. Dari situlah saya mulai
menekuni kerajinan craft Betawi,”
ungkapnya.
Wanita yang sudah hobi
menjahit dan membordir sejak masih remaja ini mengatakan, ide awal membuat
aksesori ini tidak hanya untuk
melestarikan budaya Betawi, tapi juga mengolah limbah kayu menjadi produk seni
yang memiliki nilai ekonomis. Emma
mengungkapkan, setiap kali karyawannya ingin membuang limbah kayu dari usaha
furnitur milik almarhum ayahnya yang hingga saat ini masih berjalan di daerah
Lio, Jatinegara Kaum, ia harus merogoh kocek sebesar Rp 150 ribu. ”Setiap kali buang
limbah kayu, kita harus bayar Rp 150 ribu. Lalu saya berfikir untuk mengolah
limbah kayu menjadi produk kerajinan yang bisa dijual dan juga ada sentuhan
seninya. Saya jual aksesori mulai dari Rp 15 – 500 ribu,” jelasnya.
Selain aksesori Emma juga mengembangkan batik Betawi dan
baju encim bergaya kontemporer. Ciri khas betawi sangat kental terdapat di
produk Emma. Terlihat dari warna yang mencolok menggambarkan orang Betawi yang
selalu bersemangat. ”Saya sebagai salah
satu oarang keturunan Betawi di Jakarta Timur tepatnya Jatinegara Kaum
(klender) merasa terpanggil Untuk melestarikan Budaya Betawi yang sudah mulai
pudar. Saya ingin membuktikan bahwa Betawi mempunyai kekhasan atau keunikan
tersendiri dalam membuat seni yang cantik, anggun, indah, dan lucu dengan
konsep modern kontemporer dan Klasik tanpa melupakan ciri dan khas Betawi,”
tukasnya.
yoyok salah satu permainan masyarakat Betawi |
Selama tiga tahun merintis bisnis fashion dan craft Betawi,
Emma merasa senang karena hasil karyanya dihargai dan dapat dinikmati banyak
orang. Tidak hanya masyarakat Jakarta tapi juga luar kota hingga mancanegara.
”Saya sangat terharu ketika pada tanggal 22 Desember 2012, saya mendapat
penghargaan sebagai Pengusaha Budaya Wanita. Penghargaan itu langsung
diserahkan Gubernur DKI Jakarta Bapak Jokowi berserta istri dan juga Ahok
berserta istri di Monas,” ungkapnya penuh haru.
Meski sudah mendapat beberapa penghargaan, namun Emma
merasa miris ternyata masih ada saja orang yang menjiplak karyanya. Padahal
karyanya sudah memiliki hak cipta dari Dirjen HAKI. ”Ya masih ada aja sih yang ngejiplak karya saya. Tapi ya mau gimana
lagi capek juga ngurusinnya. Saya
ingin fokus aja dengan karya saya. Waktu itu pernah ada batik tulis Betawi
yang baru dibuat, ternyata sudah ada yang menjual juga,” pungkasnya.
Disinggung mengenai omzet penjualan, wanita yang mendapat
penghargaan dari Kementrian Koperasi Dan Usah Kecil Dan Menengah Republik
Indonesia karena dedikasinya dalam mengembangkan produk inovatif berbasi budaya
Betawi ini mengulas senyum. Ia mengatakan sudah sejak tahun belakangan ini
omzetnya mencapai satu miliar dalam satu tahun. ”Saya bersyukur sejak Pak
Jokowi menaruh apresiasi terhadap budaya Betawi dan mengharuskan pegawai Pemda
DKI memakai busana Betawi, omzet saya bertambah. Sata tahun ini omzet bisa
tembus satu miliar,” imbuh Emma yang dalam waktu dekat akan menggelar pameran
budaya Betawi di China. Jack
Tidak ada komentar:
Posting Komentar